Indonesia mengalami reformasi di hampir semua aspek utama tata pemerintahan dan politik. Salah satu reformasi penting adalah sistem pendidikan nasional melalui legalisasi undang-undang dan peraturan pemerintah. Hal yang penting dalam peningkatan kinerja guru adalah Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen serta Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang salah satu isinya menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional ditujukkan oleh empat kompetensi: pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.
Kebijakan pemerintah tersebut di atas membawa perubahan dalam hal bagaimana profesionalisme guru didefinisikan ulang. Pemerintah berharap guru dapat memenuhi keprofesionalitasnya dan sebagai penghargaan pemerintah memberikan insentif sebesar gaji pokok pada guru-guru yang telah tersertifikasi. Banyak kritik terhadap kebijakan dan pelaksanaan seritifikasi ini. Namun, kekurangan yang paling mendasar adalah tidak adanya keberlanjutan setelah guru tersertifikasi. Padahal, pengembangan guru tidak hanya pada persiapan profesi tapi juga sepanjang profesi tersebut ditekuni. Dalam hal ini kebijakan pemerintah dalam hal pengembangan profesi menjadi kunci utama untuk pengembangan profesi yang benar-benar memberdayakan guru (Darling-Hammond & McLaughlin, 2011). Menurut Armour dan Yelling (2004) pengembangan profesi yang tradisional akan menghasilhan pembelajaran guru yang terfragmentasi dan tidak koheren serta gagal membangun pengetahuan keterampilan yang sudah dimiliki guru dan gagal pula dalam memberikan dukungan terhadap apa yang dihadapi guru sehari-hari. Selain itu, selama ini kita terlalu memfokuskan pada bagaimana peserta didik belajar. Padahal bagaimana guru belajar secara berkelanjutan juga menjadi kunci penting dalam pengembangan pendidikan.Terlepas dari berbagai kekurangan dalam konsep maupun pelaksanaan sertifikasi ini, kini pemerintah telah melakukan langkah besar dengan mengembangkan konsep Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). Modul ini disusun untuk mendukung PKB guru sesuai dengan kelompok kompetensinya.
1. Prinsip Tujuan Pembelajaran
Salah satu komponen yang penting dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah tujuan pembelajaran. Setiap guru hampir dipastikan sudah pernah menulis tujuan pembelajaran. Namun demikian, tidak banyak yang merumuskan tujuan pembelajaran secara tepat, dalam arti memenuhi syarat-syarat penulisan tujuan pembelajaran yang baik dan diorientasikan kearah suatu titik yang harus dicapai melalui aktifitas pembelajaran. Harus diakui, banyak di kalangan pendidik yang menuliskan tujuan pembelajaran semata– mata karena memang harus ditulis dalam RPP. Ketika mengajar, tujuan pembelajaran cenderung diabaikan dan tidak dianggap menjadi sesuatu yang serius dalam mengarahkan kemana
pembelajaran akan dibawa.Dalam bab ini akan kami uraikan bagaimana cara merumuskan tujuan pembelajaran yang baik. Dengan memfokuskan pada tujuan pembelajaran yang baik, maka guru akan secara otomatis menentukan apa yang akan dicapai secara eksplisit dan diharapkan membantu mengarahkan pembelajaran agar sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.Bagi guru yang sudah banyak makan garam, kadangkala merumuskan tujuan pembelajaran yang detail itu menjadi kurang relevan. Guru biasanya tahu persis apa yang akan dilakukan dan dengan tujuan apa pada saat mengajar. Kecendurungannya, guru– guru senior kemudian menuliskan tujuan pembelajaran secara sederhana. Tentu tidak ada yang salah dalam hal ini. Yang menjadi masalah adalah ketika menuliskan tujuan pembelajaran menjadi tuntutan administrasi dan apa yang terjadi adalah arsip–arsip RPP cenderung akan dijadikan model oleh guru–guru pemula. Dengan mencontoh tujuan pembelajaran yang terlalu sederhana akan mengurangi potensi pengembangan keterampilan mengajar. Oleh sebab itu, kami menganjurkan apapun status keguruan Anda merumuskan tujuan pembelajaran yang baik harus tetap dilakukan. Selain itu, berdasar teori pengembangan profesi berkelanjutan, guru berpengalaman pun tetap harus selalu belajar. Mengintegrasikan apa yang dipelajari ke dalam pengajaran mereka akan melahirkan pendekatan, bahan ajar, sistem asesmen dan evaluasi yang baru. Di sinilah konsistensi menulis tujuan pembelajaran yang baik menjadi sangat penting karena hal baru tidak bisa dirumuskan secara secukupnya saja.
Selain mengidentifikasi pentingnya merumuskan tujuan pembelajaran yang baik bagi semua guru, tujuan pembelajaran juga membantu guru dalam menentukan seberapa spesifik materi belajar hari itu akan dipelajari peserta didik. Tidak kalah pentingnya adalah apa dan bagaimana materi belajar itu akan disajikan kepada peserta didik harus disesuaikan dengan tahapan tumbuh kembang anak. Di sinilah titik pentingnya, karena tujuan pembelajaran yang baik akan bersifat
spesifik dan kekhususan ini akan mengharuskan guru mempertimbangkan tahapan tumbuh kembang anak.Secara teknis penulisan, Rink (2009: 211) mengatakan bahwa merumuskan tujuan pembelajaran seyogyanya mempertimbangkan hal-hal penting di bawah ini:
a. Tujuan pembelajaran dirumuskan dalam kerangka “apa yang Anda harapkan dari peserta didik setelah mengikuti pembelajaran”, bukan apa yang dilakukan oleh guru/peserta didik selama pelajaran.
b. Tujuan pembelajaran dapat dirumuskan secara luas (misalnya, peserta didik akan beajar tentang bagaimana melakukan tembakan ke arah basket) atau secara khusus (misalnya, peserta didik dapat memasukkan 8 kali dari 10 kali kesempatan menembakkan bola ke basket).
c. Tujuan pembelajaran dirumuskan dalam rangka mencapai hasil pembelajaran yang meliputi ranah psikomotor, afektif, dan kognitif.
Dalam kurikulum yang menekankan kompetensi seperti kurikulum kita, apa yang harus diketahui dan dilakukan peserta didik biasanya dirumuskan sebagai standar yang harus dicapai. Coba perhatikan contoh kompetensi dasar (KD) mata pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan untuk peserta didik kelas X di bawah ini:
· Melakukan variasi keterampilan rangkaian aktivitas gerak berirama.
· Memahami konsep dan prinsip pergaulan yang sehat antar remaja dan menjaga diri dari kehamilan pada usia sekolah.
Dari KD tersebut di atas, jelas sekali bahwa apa yang akan dicapai berorientasi pada HASIL pembelajaran. Oleh sebab itu, ketika merumuskan tujuan pembelajaran, guru harus mengacu pada produk apa yang akan dihasilkan. Sayangnya, banyak di antara kita masih belum memahami konsep ini, bahwa tujuan pembelajaran harus berorientasi pada HASIL. Cobalah tengok kembali RPP Anda atau guru sejawat. Baca dengan seksama. Kemungkinan besar Anda akan menemui RPP dengan tujuan pembelajaran yang menggambarkan aktivitas. Yakni, aktifitas apa saja yang akan dilakukan guru dan peserta didik. Dengan kata lain, banyak guru yang merumuskan tujuan pembelajaran yang justru menggambarkan proses pembelajaran, bukan produk dari proses tersebut. Bagaimana kita membedakan rumusan tujuan pembelajaran yang mengacu pada aktivitas dengan yang mengacu pada HASIL. Simaklah contoh di bawah ini (Rink, 2009):
· Tujuan Pembelajaran: Memberi contoh tentang bagaimana melakukan umpan bola voli kepada peserta didik. à Ini contoh tujuan pembelajaran yang menggambarkan aktivitas guru.
· Tujuan Pembelajaran: Peserta didik akan mempraktikkan umpan atas dalam bola voli. à Ini contoh tujuan pembelajaran yang menggambarkan aktivitas peserta didik.
· Tujuan Pembelajaran: Peserta didik dapat melakukan umpan atas secara efektif kepada pemain di garis depan. à Nah, ini merupakan contoh tujuan pembelajaran yang tepat karena menggambarkan hasil dari proses pembelajaran.
kurikulum yang secara rinci dilengkapi dengan Kompetensi Inti dan diperinci dengan Kompetensi Dasar. Hal ini membantu Anda dalam menentukan capaian materi pembelajaran berikut capaian kompetensinya.
Namun demikian, ada baiknya rumusan tujuan pembelajaran diawali dengan frase di bawah ini (Rink, 2009) dan diikuti oleh kata kerja:
· Peserta didik akan mampu … (kata kerja).
· Peserta didik dapat … (kata kerja)
Contoh kata kerja yang mengikuti frase tersebut di atas adalah: melakukan, menendang, menembak, bekerjasama, menghormati, menjelaskan, dan lain sebagainya. Dengan awalan frase dan diikuti oleh kata kerja seperti contoh di atas, penulisan tujuan pembelajaran secara otomatis akan terkontrol untuk tetap mengacu pada hasil pembelajaran, bukan pada proses. Dengan kata lain, tujuan pembelajaran ditulis dalam kerangka yang mengarahkan pada kemampuan apa yang akan dikuasai peserta didik sebagai hasil dari pembelajaran.
Selanjutnya, bagaimana cara menulis tujuan pembelajaran secara utuh? Penulisan tujuan pembelajaran yang utuh harus mengacu pada prinsip-prinsip merumuskannya. Ada beberapa prinsip yang dianjurkan oleh para pakar pendidikan. Dalam modul ini kami akan menyajikan prinsip dimana tujuan pembelajaran harus mengandung unsur-unsur yang disebut sebagai ABCD.
· A: Audience artinya SIAPA yang menjadi sasaran dari pembelajaran kita. Audience bisa siapa saja peserta pembelajaran, misalnya peserta pelatihan, santri, mahapeserta didik. Dalam hal ini, audience kita adalah peserta didik.
· B:Behavior adalah PERILAKU apa yang kita harapkan dapat ditunjukkan oleh peserta didik setelah mengikuti pembelajaran. Perilaku ini dirumuskan dengan kata kerja yang kita tuliskan setelah frase pendahuluan (peserta didik dapat…). Perilaku menggambarkan ranah dari pembelajaran. Oleh sebab itu posisinya penting dalam merumuskan tujuan pembelajaran Contoh perilaku ini adalah: menendang bola (psikomotor), memahami paeraturan pertandingan basket (kognitif), menunjukkan dukungan (afektif).
· C: Conditionmerupakan KONDISI dimana perilaku (behavior) tersebut ditunjukkan oleh peserta didik. Misalnya, secara berpasangan dengan temannya, dalam permainan 3 on 3, menghindari rintangan kayu.
· D: Degree adalah KRITERIA atau tingkat penampilan seperti apa yang kita harapkan dari peserta didik. Contohnya: 90% akurat, sebanyak 3 kali, 8 kali berhasil dari 10 kesempatan melakukan.
2. Merumuskan Tujuan Pembelajaran
Bagaimana suatu tujuan pembelajaran yang baik dituliskan dengan memenuhi kaidah ABCD? Berikut ini contoh tujuan pembelajaran
berdasar orientasi ranah pembelajarannya (psikomotor, kognitif, afektif) berikut analisis berdasar prinsip ABCD. Kami tidak menggunakan A (audience) dalam contoh ini karena audience kita sudah jelas diperuntukkan bagi peserta didik. Jadi, kami akan menganalisis menggunakan BCD yang kita terjemahkan sebagai PERILAKU, KONDISI, dan KRITERIA.
1. Psikomotorik
a. Peserta didik dapat menggiring bola basket dengan cara zigzag melewati 15 kerucut (cones) secara efektif.
PERILAKU: menggiring bola basket
KONDISI: dengan cara zigzag
KRITERIA: melewati 15 kerucut (cones) secara efektif
b. Peserta didik akan mampu membuka ruang yang memungkinkan terjadinya umpan dari rekan pembawa bola dalam permainan sepak bola.
PERILAKU: membuka ruang
KONDISI: dalam permainan sepak bola
KRITERIA: memungkinkan terjadinya
2.Kognitif
a. Peserta didik dapat menganalisis setidaknya 3 tanda-tanda
(cues) yang benar dalam servis bulutangkis. PERILAKU: menganalisis
KONDISI: dalam servis bulutangkis
KRITERIA: setidaknya 3 tanda-tanda (cues) yang benar.
b. Bersama kelompoknya (3 peserta didik per kelompok), peserta didik dapat mempresentasikan strategi bermain 3 on 3 selama 10 menit di depan kelas.
PERILAKU: mempresentasikan strategi bermain 3 on 3
KONDISI: bersama kelompoknya (3 peserta didik per kelompok), di depankelas
KRITERIA: selama 10 menit.
3. Afektif
a. Ketika berpasangan dengan peserta didik yang keterampilannya lebih rendah, peserta didik dapat menunjukkan empati ketika mengumpan dengan arah dan kecepatan yang sesuai untuk bisa diterima pasangannya tanpa mengalami kesulitan.
PERILAKU: peserta didik dapat menunjukkan empati
KONDISI: Ketika berpasangan dengan peserta didik yang keterampilannya lebih rendah
KRITERIA: mengumpan dengan arah dan kecepatan yang sesuai untuk bisa diterima pasangannya tanpa mengalami kesulitan
b. Peserta didik mampu menerima perbedaan pendapat dengan lapang dada dengan teman satu tim ketika membentuk susunan pemain menghadapi pertandingan antar kelas.
PERILAKU: menerima perbedaan pendapat
KONDISI: ketika membentuk susunan pemain menghadapi pertandingan antar kelas
KRITERIA: dengan lapang dada
Berbagai tujuan pembelajaran di atas adalah contoh tujuan yang dirumuskan dengan baik karena memenuhi prinsip penulisan. Prinsip tersebut adalah terdapatnya unsur ABCD, atau dalam Bahasa Indonesia adalah audien, perilaku, kondisi, dan kriteria. Selanjutnya, dalam paragraph berikut ini adalah penjelasan mengenai unsur-unsur tersebut.
Unsur PERILAKU yang terdapat dalam rumusan tujuan pembelajaran ditulis menggunakan kata kerja. Kata kerja ini bertujuan untuk menggambarkan apa yang akan dilakukan peserta didik dan bersifat aktif menunjukkan tindakan. Contohnya, untuk ranah psikomotor: menendang, memukul, menggiring, melompat, meroda, bertukar posisi, membayangi. Sedangkan untuk ranah kognitif meliputi mengingat, membuat daftar, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan. Untuk ranah afektif, kata kerja dapat berupa
menerima, mengapresiasi, menilai, menghargai, menikmati.
BERSAMBUNG…